New perspective about friendship

Akhir-akhir ini gw setia nonton serial barat FRIENDS. Serial ini sudah lama sekali diputar dr gw SD kayanya sampai SMA mungkin.. yeah faktor U boooo, eike lupa cyin ! serial ini sangat lucu.. so hillllllaaaaarrrrriiiousss ! tapi saat masih imut-imut itu *hehe*, gw ga bisa setia nonton Friends karena seinget gw diputar malam. Jadi kalau libur, gw baru bisa nonton.

Beberapa bulan lalu gw dan koko tercinta memutuskan memasang TV cable. Cukup mengocek rekening tapi sangatttt worth it buanget, mungkin karena gw sangat suka nonton ya. Nah serial Friends diputar kembali dari awal sampai sekarang dengan jadwal putar yang bersahabat banget jadi gw bs nonton hampir setiap hari. Ya masih lucu, gw bisa ngakak nonton itu. Bahkan kalau gw ngerasa uda pernah liat seri itu dan gw tonton ulangannya, gw tetep ketawa hehe.

Tapi yang gw angkat dalam tulisan, maksudnya artikel, *ehm* ya postingan *ga jelas* kali ini ga hanya membahas tentang betapa lucunya friends yang seantero jagad pasti uda pada tau. There's something special about this serial... Friends! their friendship. Kadang gw suka mikir bahagia sekali kalau memiliki sahabat seperti itu, yang saling mendukung, setia, menghibur, berbagi suka dan duka, tapi tentu saja tidak berbagi tempat tidur ya *postingan dewasa hehe*. But second thought, I do have friendship like that... i am so blessed! :)

Detik ini, gw baru punya perpektif baru dalam persahabatan. Persahabatan diisi dengan berbagai unik isi kepala dan hati dan otak hehe. Totally agree :). Apapun isi, kondisi, situasinya sahabat ya tetaplah sahabat. Disagree :). Karena ternyata tidak semua sahabat layak kita sebut sebagai sahabat. Bukan karena kita tidak bisa menerima kekurangan, tapi persahabatan itu harus cocok. Ga mungkin kan kita makan udang padahal tau alergi dan kalau kita makan udang bisa gidu bentol-bentol segede bisul berhari-hari. Itu namanya nyiksa diri. I think friendship is just like that... Kita ga bisa-meskipun sangat mau- memaksakan pertemanan atau persahabatan kalau memang ga bisa dipaksakan. Jadi bukan cinta saja yang ga bisa dipaksakan... persahabatan juga ga bisa :p

Gw punya sekolompok sahabat, salah satunya entah kenapa, ga cocok or gimana ya, selalu berkata hal yang ga enak di dengar. Ga jarang juga gw nangis karena sakit hati denger ucapannya. Dia selalu memakai istilah bercanda. But remember, there's a little truth behind the words "i was joking". Buat bercanda pun kadang menurut gw sangat keterlaluan... dan dengan sifat dia, gw yakin jika seandainya gw yang ngomong seperti itu di depan muka dy, dy pasti akan sangat marah besar dan cerita ke semua orang. Gw berusaha untuk diam dan ngalah, bahkan mengadakan komunikasi supaya kami bisa dekat lagi. But maybe, i am not too worth it for her :). Jadi gw putuskan untuk mundur, sekedar menjaga perasaan gw dari tindakan dan omongan dia. Gw tetap menganggap dia teman, but definitely she is not my best friend. Karena jika dia bener-bener sahabat gw, dia ga akan dengan sengaja dan konsisten berusaha menyakiti hati gw.

Ada cerita lagi dari salah satu sahabat gw yang cerita tentang sahabat-sahabatnya di tempatnya bekerja. Dia merasa kecewa karena sahabat-sahabatnya terkesan tidak mempedulika perasaannya ketika ia sedang bermasalah dengan atasannya. Dulu, gw pun sempet merasa seperti itu dan gw pun sedih. Tapi saat ini, gw ga merasa lagi teman-teman gw kantor gw yang dulu atau sahabat-sahabat di tempat kerja di cerita tadi, sebagai orang yang jahat, munafik, atau apapun. Karena mereka tetap butuh pekerjaan itu dan meskipun mereka secara konsisten mengeluh tentang pekerjaan atau atasannya, mereka butuh penilaian yang baik dari atasannya. Terkesan munafik kah? maybe... Tapi gw lebih suka menyebutnya manusiawi.

Bukan bermaksud melarang bersahabat di tempat kerja. Ini balik lagi ke penilaian orang lain dan murni hanya pendapat pribadi :). Tapi kadang sifat manusiawi itu lah yang membuat adanya konflik di tempat kerja dengan team. Ketika kita berbagi cerita tentang masalah yang terjadi di tempat kerja, apakah bener dia bisa kita percaya dan ga cerita ke orang lain? Kadang gw memilih untuk cerita dengan sahabat yang berasal dari komunitas lain. Contoh, jika sedang memiliki masalah di tempat kerja, gw akan cerita ke sahabat SMA atau kuliah dan sebaliknya. Dengan begitu paling tidak (1) kemungkinan curhatan itu ga akan bocor; dan (2) melalui pendapat mereka, kita bisa lihat pendapat yang lebih obyektif, termasuk jika ternyata kesalahan itu di pihak kita.

Persahabatan itu unik. Entah kenapa terkadang kita memberi label sahabat hanya karena kita ga enak sama teman kita sepertinya dia baik dan sebagainya dan sebagainya. Baik itu tidak cukup. Selalu ingat dengan quote Aristoteles, "Friendship is two person in one soul"- dua kepribadian yang berbeda, tapi dalam satu jiwa... soulmate, atau friends-mate hehehe... lebih mudahnya, jika ingin lihat siapa sahabat kita, bisa diperhatikan siapa yang ada di sebelah kita saat kita sedang sedih dan tertekan. Siapa yang tidak pernah bosan mendengarkan cerita kita, karena biasanya ketika sedang tertekan kita cenderung mengulang cerita ke orang yang sama sampai hati ini terpuaskan dan tersalurkan :).

Semakin umur bertambah, perspektif semakin terasah dan realitas. Setidaknya ini hanya salah satu perspektif pribadi. Berkumpulah dengan orang-orang yang memiliki nilai positif. Kalau di dekat orang itu kita selalu merasa tersakiti, buat apa kita bertahan dalam "persahabatan". Dan sebenarnya mungkin hanya kita yang menganggapnya sahabat dan tidak sebaliknya. Mungkin kita terlalu mudah memberi label sahabat, padahal label itu sangat mahal harganya dan berharga sekali... because friendship is precious, once you have it, u will hold as long as you can.

Cheers,
Ester